Wisata Indonesia Timur

Jalan jalan dikawasan Indonesia Timur

Oenesu – Kupang

Oenesu: Panorama Sejuk di Tengah Teriknya Mata-hari 

Menyebut Oenesu bagi orang Kupang berarti menawarkan bersantai di suasana segar. Sebagai salah satu dari sedikit air terjun yang ada di Kupang, tempat wisata air terjun Oenesu menjadi pemberhentian sejenak bagi warga Kupang mereguknya segarnya hawa yang ditawarkan tempat ini.

Perhatikan, pada hari Sabtu atau Minggu maka rombongan muda-mudi atau keluarga banyak yang mendatangi tempat ini. Lokasi ini berjarak kurang lebih 17 km dari Kupang dan jalan menuju tempat ini cukup baik. Begitu sampai di lokasi maka anda akan disambut dengan genangan air yang merupakan bagian atas air terjun. Debit air terjun ini cukup stabil, pada musim kering sekalipun debit air masih lumayan dapat dinikmati. Foto-foto di atas diambil pada bulan Oktober, masuk bulan-bulan yang kering dan panas yang menyengat.

Debit pada musim hujan tentu akan lebih besar, mungkin bisa dua kali lipat di banding musim panas. Pada saat itu jika kita tepat di bawah air terjun suara deru air terjun seakan menenggelamkan suara kita sendiri. Jangan heran kalau kita sering mendengar teriakan-teriakan dan suara tertawa yang cukup dari pengunjung yang menikmati air terjun ini.
Sampai di lokasi, ada dua jalur yang dapat dipakai untuk turun menikmati air terjun ini. Sebelah kiri lokasi terdapat jalan menurun yang cukup terjal yang akan membawa anda ke sebuah jembatan jauh di bawah air terjun utama. Dari jembatan yang masih baru ini , anda bisa melihat beberapa tingkat air terjun.
Jalur lain dapat anda coba melalui jembatan kayu. Jembatan ini sebenarnya cukup membahayakan terutama untuk anak-anak karena kayu tidak terpasang menutup semua ruasnya. Jika tidak hati-hati anda dapat terperosok. Jaga anak-anak anda sewaktu melewati jembatan ini. Setelah itu anda harus menuruni anak tangga yang lagi-lagi curam, itupun kondisi anak tangganya tidak rata. Ini juga saya ingatkan kembali pada anda untuk berhati-hati.
Membawa bekal waktu turun sangat disarankan karena naik turun untuk mengambil makanan ke atas sangat melelahkan. Namun sesampai di bawah, pemandangan air terjun seakan membilas rasa penat anda. Jangan takut batuan di tempat ini tidak licin, karena airnya yang mengandung kapur cukup tinggi (ciri khas air di Kupang) maka batu jadi terasa kesat. Suasana yang rindang karena banyak pohon-pohon besar tumbuh di sekitar air terjun. Ini masih ditambah dengan suitan-suitan burung yang sering terdengar nyaring dari balik pepohonan. Anda bisa langsung memilih berendam di salah satu anakan air terjun atau memilih menelusuri ke bawah. Gerak tarian air terjun membentuk alur-alur yang unik, hati-hati karena beberapa cekungan tingkat air ini ada yang dalam.

Andapun bisa sekedar membentangkan tikar dan bermalas-malasan menikmati sejuknya hawa serta deru suara air terjun. Keriangan suara pengunjung seakan mengajak anda ikut riang.
Sayang sarana lain sangat minim di tempat ini. Tempat sampah yang harusnya tersedia menjadi barang langka kalau tidak saya sebut tidak ada sama sekali sehingga tak heran pengunjung membuang sampah semaunya. Toilet dan kamar ganti juga tidak tersedia, anda harus ke rumah pemilik warung satu-satunya yang ada di tempat ini untuk sekedar buang air. Tempat makan atau tempat bersantai juga minim. Memang disediakan beberapa lopo namun jumlah tempat makan yang sedikit akan menyulitkan orang yang tidak ingin repot-repot saat berwisata.
Sumber ada disini

Filed under: wisata, ,

Sawah dan Perbukitan

Menikmati Sawah dan Perbukitan

 

Musim panen setahun terjadi sampai dengan tiga kali, suasana gotong royong masih terasa disini
Gambaran perbukitan diambil dari belakang bukit di kawasan kantor kabupaten yang baru

Bagi orang yang pernah mendengar kata Nusa Tenggara Timur, maka kata panas, kering, susah air, tanahnya berbatu sering lebih dulu menghinggapi. Mudah untuk menunjukkan sisi gersang tanah Nusa Tenggara ini dibandingkan menunjukkan sisi suburnya tanah ini. Bukan satu dua kali saya mendapatkan pertanyaan (atau pernyataan?) ketidakpercayaan kalau saya menunjukkan salah satu wilayah subur dari Nusa Tenggara Timur.

Pemandangan sawah sebelum musim tanam

Salah satunya waktu saya menunjukkan foto persawahan yang ada di Mbay, Kabupaten Nagekeo. Saya sendiri awalnya kurang terlalu yakin waktu diberitahu kalau di Flores ada kawasan persawahan yang luas seperti halnya di Lembor, yang berada di Kabupaten Manggarai Barat. Diantara kabupaten-kabupaten yang ada di Nusa Tenggara Timur, sawah di kawasan Lembor memang yang sudah dikenal luas, karena memang tidak banyak kawasan sawah di Nusa Tenggara Timur.

Namun sesampainya di Mbay, saya harus mengakui kalo di daerah ini memang memiliki kawasan persawahan yang luas sebagaimana di Lembor. Bahkan saya mendapatkan cerita tambahan unik seputar sawah di daerah ini.

 

Salah satu Bangau yang ada di persawahan

Kawasan persawahan Mbay langsung tampak dari atas bukit yang kita lintasi sewaktu memasuki kota Mbay. Hamparan hijau sepanjang tahun berpetak-petak tampak memenuhi tanah datar sampai mendekati di batas pantai.

Sawah disini memang tak pernah berhenti karena pengairannya menggunakan bendungan bukan berasal dari hujan atau dikenal dengan istilah sawah tadah hujan.

Bendungan “Sutami” yang dibangun tahun 1970-an yang memiliki kemampuan 47.751 juta meter kubik inilah yang menjadi penyangga berlangsungnya pertanian di daerah ini. Dan masih bersihnya udara disini bisa tampak dari banyaknya jenis bangau dan burung lain yang ada di sawah. Beberapa jenis bangau tampak singgah di persawahan ini.

Setidaknya aku menemukan 4 jenis burung berkaki panjang sejenis bangau dari yang berwarna kepala dan leher oranye, sampai bermotif lurik dengan ukuran kecil.

Padang rumput saat rumput-rumput masih hijau

Keunikan pertama dari daerah ini adalah banyak ditemukannya dangau-dangau yang sebenarnya dulu digunakan untuk menyembunyikan peralatan tempur jepangan seperti pesawat, tank ataupun kendaraan panser. Itulah mengapa dulu di kawasan ini pernah dibangun bandara yang disebut sebagai Surabaya 2, yang sepertinya adalah bahasa sandi sebagai tempat apabila pangkalan Surabaya yang dikuasai Jepang mengalami masalah. Itulah kenapa di dangau rata-rata memiliki sebuah rawa/kubangan membentuk huruf U. Dahulu menurut cerita penduduk, di dangau masih mudah ditemukan bangkai pesawat atau tank yang sudah rusak, namun saat ini sudah sulit dijumpai. Mungkin pendatang baru yang datang ke daerah ini yang ikut mengambil bangkai-bangkai itu.

Bukit pada bulan-bulan kering

Rata-rata padi yang ditanam di persawahan ini adalah padi Mamberamo, dan meskipun beberapa kali serangan hama menyerang persawahan di sini, petani tetap enggan untuk berpindah menanam jenis padi yang lebih tahan terhadap serangan hama wereng.

Sawah-sawah yang tergenang disini juga banyak hidup ikan lele, menurut salah satu penduduk, ikan lele di sini mudah didapat karena masyarakat sendiri kurang suka mengkonsumsinya.

Selain menikmati senja dari persawahan juga dapat anda lakukan di antara perbukitan. Perbukitan di Mbay yang lebih kering lebih sering hanya tumbuh rumput saja. Pada musim-musim hujan dan bulan-bulan dimana tanah masih mengandung air, duduk diperbukitan yang lebih mirip padang savanna ini seperti menikmati alam koboy. Anda akan melihat hamparan rumput hijau dan gembalaan sapi atau kambing.

Jangan lupakan menyiapkan minuman dan makanan, rasanya sayang kalau hanya sekedar menikmati padang sawannah ini jika ingin sekaligus menikmati saat-saat tenggelamnya matahari diantara perbukitan.

Pertunjukan langit senja berlatar belakang alam perbukitan di Mbay

Kekosongan hamparan perbukitan berpadu begitu eksotis di perbukitan Mbay. Mengajak anda sejenak melupakan rutinitas dan menikmati sebuah taman rumput yang begitu luas membentang dengan menunggu tinta-tinta langit bergambar biru kuning begitu cepat, siapa menyangka apa yang terjadi pada menit berikutnya.

Pertunjukan langit senja yang tak pernah saya lewatkan bila saya telah duduk di hamparan rumput di bukit Mbay ini.

Tulisan Aslinya ada disini

Filed under: Gunung, wisata, ,

Senja di Pesisir Pantai

Senja-Senja di Pesisir Pantai

 

Pemandangan senja di pantai Pasir Panjang, Kupang

 

Menjelang malam di pantai Namosain

Langit di ufuk barat mulai memerah, menghapus jejak kuning yang semula begitu terang. Selapis awan tipis yang awalnya tampak menyala kuning garang mulai menghitam. Aku berdiri berjingkat untuk melihat bayangan warna air yang memerah di laut disamping kakakku yang seperti tak acuh. Bapakku duduk di pinggir tembok pembatas laut sambil menahan satu tangan di punggungku, tangan yang begitu besar sebesar pemilik tangan ini membuatku tidak takut menatap ombak yang berulang kali menampar tepian tembok pembatas ini. Sementara ibu yang sedang menggendong adikku yang masih berumur dua setengah tahun berdiri senja tanpa sepatah kata terucap dari mulutnya. Hanya sekali kulihat sebaris senyuman saat pertama kali sampai di tempat ini. Semua tenggelam dalam angan dan harap masing-masing sementara pertunjukan langit justru sedang memamerkan adegan terakhir sebelum menutupnya dengan tirai biru gelap malam.
Itulah pertama kalinya keluargaku berlibur berangkat dari janji seorang bapak kala seorang anaknya (aku) sakit keras yang bisa saja membunuhku. Meskipun keluargaku sering kekurangan dan hampir tak pernah merasakan berlibur bersama, namun entah kenapa mengatakan sebuah janji untuk mengajakku berlibur jika aku sembuh. Dan setelah sembuh sesuai janji bapak mengajakku ke pantai Kartini yang ada di Rembang.

Pertunjukan langit yang saling berharmonisasi

Itu adalah senja pertama yang kulihat dan sekali-kalinya yang kemudian tak pernah kulihat lagi sampai aku beranjak dewasa. Dan kutahu kemudian bahwa itu adalah kenangan liburan indah bagi ibu karena bisa bersama keluarga menikmati laut, hal yang dulu di masa kecilnya sering dilakukan karena dulu ibu tinggal di Pati yang memang berada di pesisir pantai utara Jawa.

Kini saat aku tinggal di Kupang selama lebih dari sepuluh tahun, sudah ratusan kali aku duduk menikmati pertunjukan warna langit yang Tuhan pertontonkan di tiap sore. Meskipun sering kali kulewati hari menikmati senja tak secuilpun ada rasa bosan karena sepertinya Tuhan begitu cekatan meramu pertunjukan senja dengan cerita tak pernah sama. Kadang ada kerlip kemilau kecil kadang menyusup di celah mataku saat-saat seperti ini teringat kembali kenangan kecil yang tak mungkin terulang.

Senja di daerah Tenau

Pantai dan senja pernah memerangkapku dalam deru rindu saat pertama kali aku singgah di kota Kupang ini. Menjejakkan kaki di tanah rantau dalam masa yang tanpa pengalaman hidup sementara sudah di taruh rindu di seberang tanah bernama Jawa dan janji untuk kembali. Kulewati waktu duduk di karang-karang yang menjulang di pantai yang dikenal orang bernama Ketapang Satu yang terletak persis berhadapan dengan Kantor Cabang Bank BNI Kupang. Pantai yang dipenuhi batu-batu putih dan berpasir putih ini adalah pantai pertama yang kukenal.

Pantai Kupang yang berada di terminal kota bawah adalah tempat yang kusinggahi kedua. Menikmati senja dari sebuah jembatan dari gelagar kayu sungguh begitu menggoda. Sayang sekarang gelagar kayu itu sudah tidak ada digantikan dengan jembatan beton. Pasangan-pasangan duduk dan berdiri memadu kasih, seolah senja menciptakan romansa. Pias-pias cahaya senja di wajah para nona seolah menyihir nyong Kupang dan memberikan energi mengucapkan janji-janji, begitu indah, begitu menggetarkan dan begitu meluluhkan jiwa-jiwa yang sedang mencari pegangan cinta.

Senja di Pelabuhan Tenau, Kupang

Walaupun di tempat yang sama nantinya kutemui cerita luka dari janji-janji yang terlalu tinggi, wajah-wajah cantik namun menatap senja dengan mata yang terluka seolah menuntut senja dari janji yang akhirnya tak pernah ditepati. Aku jadi ingat pengalaman saat kulihat seorang gadis yang tiba-tiba berjalan sendiri masuk ke laut tanpa disadari oleh orang-orang disekitarnya dan tiba-tiba dihebohkan dengan teriakan seseorang yang melihat orang mengambang di laut. Ternyata gadis yang berjalan ke laut itu berniat bunuh diri, luka hati hubungan dari seorang polisi yang tidak mau menikahinya saat tubuhnya menjadi berbadan dua (cerita yang aku ketahui kemudian setelah membantu polisi mencari tahu tentang gadis ini dan kutemukan surat dan foto-foto di tas putihnya)

Semenjak itu, senja menjadi bagian yang begitu sayang kulewatkan. Kulangkahkan kakiku kemana ada senja bisa dihampiri. Dan Kupang sendiri menjanjikan surga senja untuk dinikmati.
Pantai berpasir putih di Tablolong sampai pantai Manikin menawarkan senja yang damai. Di tempat-tempat ini, pertunjukan senja malah sering hanya diwarnai bunyi burung-burung laut yang pulang ke sarang. Maka di pantai ini akan terangkai jalinan cerita senja yang syahdu, menukikkan jiwa yang merindu pada kekasihnya

Anak-anak bermain di pantai Pasir Panjang

Senja yang riuh dapat ditemui di pantai Namosain atau di pantai Pasir Panjang. Jamak sekali melihat anak-anak bermain bola di waktu senja begitu riang begitu riang. Teriakan-teriakan ‘oper’ atau sekali-kali ‘goal’ membawa aura gembira.
Siluet-siluet hitam berlarian mengajar bola ditinkah dengan siluet sepasang muda-mudi bergandengan tangan berpadu dengan warna langit yang menguning begitu harmoni melingkupi.

Ah, senja selalu punya cara merekam setiap jejak manusia dan pergumulannya, menyimpannya dan untuk kemudian menyampaikannya kembali di lain waktu sebagai kenangan yang tidak pernah terlupakan. Pada senja kutemukan derai tawa, pada senja pula ketemukan air mata. Sungguh senja adalah harmoni hidup

Tulisan Aslinya ada disini

Filed under: Pantai Laut, wisata, ,

Flickr Photos